Ketika surat ketetapan pajak (SKP) yang diterbitkan otoritas pajak tidak sesuai dengan perhitungan wajib pajak, sengketa pajak bisa muncul dan menjadi masalah serius. Di Bandung, kasus seperti ini semakin umum seiring meningkatnya kapasitas pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang kini mengandalkan data matching lintas sistem. Karena itu, memahami proses sengketa pajak serta mengetahui strategi menyelesaikannya secara legal adalah kunci bagi bisnis agar tetap aman dan efisien.
Dalam kerangka hukum perpajakan Indonesia, penyelesaian sengketa pajak sangat bergantung pada kekuatan dokumen dan ketepatan argumentasi hukum. Hal ini sejalan dengan pendekatan yang dikembangkan oleh DDTC, yang menempatkan sengketa pajak sebagai proses pembuktian administratif dan yuridis. Prinsip tersebut selaras dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) beserta perubahannya yang mengatur hak dan kewajiban wajib pajak, serta UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menjadi dasar penyelesaian sengketa pajak melalui mekanisme peradilan.
1. Awal Sengketa: Pemeriksaan dan SKP
Sengketa pajak umumnya dimulai dari tahap pemeriksaan, di mana hasilnya dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Nihil (SKPN), atau Lebih Bayar (SKPLB). Jika wajib pajak tidak setuju dengan perhitungan fiskus, sengketa berlanjut ke tahap pengajuan keberatan.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, permohonan keberatan harus diajukan dengan perhitungan pajak yang jelas serta alasan yang didukung data dan dokumen, bukan sekadar pernyataan tidak setuju atas ketetapan pajak. Penyusunan argumen yang terstruktur dan berbasis bukti menjadi faktor penting agar keberatan dapat dipertimbangkan secara substantif oleh otoritas pajak, sehingga hak wajib pajak dapat terlindungi secara efektif.
2. Keberatan Pajak: Langkah Pertama Secara Formal
Keberatan diajukan ke DJP berdasarkan Pasal 25 UU KUP, dengan batas waktu 3 bulan sejak diterbitkannya SKP. Dokumen yang harus disiapkan meliputi:
- Surat keberatan resmi
- Perhitungan pajak versi wajib pajak
- Bukti transaksi
- Analisis hukum atau regulasi
- Argumentasi fiskal
Pendekatan yang analitis dan didukung dokumentasi yang komprehensif merupakan faktor kunci dalam pengajuan keberatan pajak. Praktik ini sejalan dengan panduan Direktorat Jenderal Pajak yang mewajibkan keberatan disertai perhitungan pajak menurut wajib pajak serta alasan yang didukung data dan bukti. Penyusunan argumen yang kuat sejak tahap awal sengketa tidak hanya meningkatkan peluang keberatan dipertimbangkan secara substantif, tetapi juga membantu mengurangi risiko pemeriksaan ulang atau sengketa lanjutan, sehingga posisi fiskal dan arus kas perusahaan dapat lebih terjaga.
Baca juga: Kapan Bisnis di Bandung Sebaiknya Mengajukan Restitusi Pajak?
3. Banding ke Pengadilan Pajak
Jika hasil keberatan tidak sesuai harapan, wajib pajak dapat melanjutkan proses ke Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU KUP dan UU 14/2002. Banding harus diajukan dalam waktu 60 hari sejak keputusan keberatan diterbitkan. Karena proses banding bersifat quasi-judicial, argumen wajib pajak harus jauh lebih kuat baik secara administrasi maupun hukum.
Tahap sengketa pajak merupakan proses yang kompleks karena seluruh argumen dan bukti harus disusun secara sistematis sesuai dengan standar pembuktian di persidangan. Kesalahan kecil dalam penyajian data, perhitungan, maupun dasar hukum dapat mempengaruhi penilaian majelis hakim dan berdampak pada hasil akhir perkara. Dalam praktiknya, wajib pajak yang memahami prosedur sengketa dan mampu menyusun pembuktian secara terstruktur akan memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan penanganan yang dilakukan tanpa persiapan memadai. Oleh karena itu, kualitas dokumentasi dan ketepatan strategi pembuktian menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan penyelesaian sengketa pajak.
4. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung
PK adalah jalur terakhir jika hasil banding masih belum sesuai. Dasarnya adalah UU Pengadilan Pajak, dan PK hanya bisa diajukan bila:
Ditemukan bukti baru (novum)
Bukti atau dokumen yang sebelumnya tidak tersedia atau belum diketahui pada saat banding dapat diajukan untuk memperkuat posisi wajib pajak. Contohnya bisa berupa faktur, kontrak, atau data transaksi yang baru ditemukan dan relevan dengan sengketa.
Ada kekeliruan nyata
Kesalahan yang jelas dan signifikan dalam putusan sebelumnya, baik dari sisi fakta maupun perhitungan pajak, yang jika diperbaiki akan mengubah hasil putusan. Misalnya, salah perhitungan PPh atau kelalaian mengakui biaya yang sah.
Pengadilan sebelumnya salah menerapkan hukum.
Kesalahan interpretasi atau penerapan ketentuan perpajakan oleh pengadilan banding yang menimbulkan putusan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contohnya, pengadilan menganggap suatu penghasilan tidak kena pajak padahal menurut UU PPh seharusnya dikenakan pajak.
Walau jarang digunakan, mekanisme PK menjadi penting dalam kasus nilai besar atau implikasi hukum jangka panjang. Proses ini memungkinkan wajib pajak menghadirkan bukti baru yang sebelumnya tidak dapat diajukan. Selain itu, PK sering menjadi langkah terakhir untuk mengoreksi putusan yang dinilai tidak sesuai fakta.
5. Peran Konsultan Sengketa Pajak
Sengketa pajak bukan sekadar persoalan angka, tetapi persoalan strategi. Konsultan sengketa pajak membantu menyusun argumen fiskal dan hukum secara profesional, memastikan seluruh dokumen lengkap serta sesuai regulasi, dan mendampingi wajib pajak selama pemeriksaan maupun persidangan. Mereka juga dapat menilai peluang keberhasilan di setiap tahap, sehingga wajib pajak dapat menentukan langkah hukum yang paling tepat. Menghadapi sengketa tanpa pendampingan ibarat masuk ruang sidang tanpa pengacara risiko kekalahan meningkat tajam. Dengan dukungan konsultan yang berpengalaman, argumen menjadi lebih terstruktur dan posisi wajib pajak lebih kuat di mata majelis hakim.
FAQ
1. Apa itu sengketa pajak?
Sengketa pajak adalah perselisihan antara wajib pajak dan otoritas pajak terkait jumlah pajak terutang, biasanya muncul setelah pemeriksaan dan penerbitan SKP.
2. Mengapa sengketa pajak terjadi?
Karena perbedaan perhitungan, penafsiran regulasi, atau kurangnya dokumentasi yang mendukung transaksi.
3. Siapa yang berwenang menyelesaikan sengketa pajak?
DJP (untuk keberatan), Pengadilan Pajak (untuk banding), dan Mahkamah Agung (untuk PK).
4. Kapan sengketa pajak harus diajukan?
3 bulan untuk keberatan, 60 hari untuk banding, dan batas tertentu untuk PK sesuai aturan UU Pengadilan Pajak.
5. Di mana proses sengketa berlangsung?
Keberatan dilakukan di kantor DJP, sedangkan banding dan PK di lembaga peradilan pajak nasional.
6. Bagaimana cara menyelesaikan sengketa pajak dengan efektif?
Lengkapi dokumentasi, susun argumen hukum-fiskal, pahami regulasi, dan bila perlu gunakan jasa konsultan sengketa pajak.
Kesimpulan
Sengketa pajak bukan sekadar urusan angka, melainkan proses hukum yang memerlukan strategi dan ketelitian. Bagi wajib pajak di Bandung baik UMKM, perusahaan keluarga, maupun grup besar pemahaman tentang mekanisme keberatan, banding, dan PK adalah bekal penting untuk mempertahankan hak dan mengurangi potensi kerugian.
Regulasi seperti UU KUP dan UU Pengadilan Pajak memberikan ruang legal yang jelas bagi wajib pajak untuk memperjuangkan kebenaran. Namun ruang itu akan efektif hanya jika diisi dengan dokumentasi baik, analisis komprehensif, dan kesiapan menghadapi proses formal.
Pendampingan profesional melalui konsultan sengketa pajak dapat memperkuat posisi wajib pajak dalam setiap tahap. Dengan memahami alur sengketa dan menyiapkan strategi sejak awal, bisnis di Bandung dapat mengurangi risiko, memperbaiki kepatuhan, dan menciptakan stabilitas fiskal jangka panjang.
Jasa penyelesaian sengketa pajak di Bandung dan sekitar: call/WA 08179800163