Bandung hari ini bukan lagi sekadar kota kreatif dan pusat kuliner. Banyak perusahaan Bandung mulai dari fashion, digital agency, teknologi, hingga manufaktur sudah terhubung dengan pasar global. Transaksi lintas negara kini menjadi hal biasa: impor bahan baku dari Cina, kerjasama jasa desain dengan Jepang, hingga menjual software ke klien di Eropa.
Namun, dibalik peluang global itu, ada satu area yang sering luput diperhatikan: risiko pajak internasional. Banyak pemilik usaha tidak menyadari bahwa transaksi ke atau dari luar negeri membawa konsekuensi perpajakan yang bisa mempengaruhi laporan keuangan, pemeriksaan, bahkan sengketa.
Transaksi lintas batas termasuk area paling sensitif dalam administrasi pajak Indonesia karena berisiko misspricing, erosi basis pajak, dan kesalahan pemotongan pajak. Regulasi seperti PER-43/PJ/2010, PER-32/PJ/2011 tentang Transfer Pricing, PP 55/2022, dan ketentuan dalam UU HPP 2021 memberikan kerangka hukum yang jelas bagi perusahaan untuk memahami dan mengelola risiko pajaknya secara efektif, sehingga kepatuhan fiskal tetap terjaga meskipun bisnis berkembang secara internasional.
Mengapa Risiko Pajak Internasional Meningkat?
Ekspansi global membawa konsekuensi perpajakan yang jauh lebih kompleks dibanding transaksi domestik. Perbedaan tarif dan aturan pajak di negara mitra sering menimbulkan ketidakpastian, ditambah kewajiban pemotongan pajak atas pembayaran lintas negara yang harus dihitung secara tepat. Risiko juga meningkat ketika transaksi antar pihak berelasi tidak mencerminkan harga wajar, sehingga perusahaan dapat dianggap melakukan tax avoidance.
Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap skema Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dapat menyebabkan potensi double taxation yang merugikan. Kondisi ini membuat peran konsultan pajak internasional semakin penting bagi perusahaan Bandung yang merambah pasar global, karena mereka membantu menavigasi perbedaan rezim pajak antar negara agar bisnis tidak terjebak pada risiko pajak berganda yang dapat menekan profitabilitas.
Jenis-Jenis Risiko Pajak Internasional yang Perlu Diwaspadai
Di bawah ini adalah risiko-risiko utama yang paling sering terjadi pada perusahaan Indonesia saat bertransaksi dengan pihak luar negeri.
1. Risiko Salah Memotong Pajak Atas Pembayaran ke Luar Negeri
Setiap pembayaran ke luar negeri dapat dikenai PPh Pasal 26. Termasuk:
- Royalti,
- Jasa teknis,
- Sewa alat,
- Dividen,
- Bunga.
Masalah mulai muncul ketika perusahaan tidak mengetahui apakah transaksi yang dilakukan termasuk objek PPh 26 atau tidak. Kesalahan memotong bisa berujung sanksi 100% dari pajak kurang potong sesuai UU KUP. Parahnya lagi, banyak bisnis Bandung membeli software license, cloud hosting, atau SaaS luar negeri tanpa tahu bahwa sebagian masuk kategori royalti.
2. Risiko Double Taxation (Pajak Berganda)
Double taxation terjadi ketika transaksi yang sama dikenai pajak di dua negara, dan situasi ini hanya dapat dihindari apabila perusahaan menerapkan ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Indonesia memiliki P3B dengan lebih dari 70 negara, namun pemanfaatannya membutuhkan kepatuhan administrasi yang ketat.
Perusahaan harus memahami klasifikasi penghasilan yang tepat, mengisi Form DGT-1 sesuai ketentuan, serta memastikan pihak luar negeri menyediakan Certificate of Residence (CoR) yang valid. Kesalahan kecil dalam salah satu dokumen tersebut dapat membuat tarif P3B tidak dapat digunakan, sehingga perusahaan harus membayar pajak dengan tarif normal yang jauh lebih tinggi.
3. Risiko Transfer Pricing pada Hubungan Istimewa
Risiko transfer pricing muncul terutama ketika perusahaan di Bandung memiliki kantor cabang di luar negeri, afiliasi bisnis di Singapura, atau bekerja sama dengan pemasok maupun distributor yang dimiliki oleh pihak terkait, karena transaksi antar entitas tersebut dianggap memiliki hubungan istimewa. Dalam kondisi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak meminta bukti bahwa harga transaksi telah ditetapkan secara wajar sesuai prinsip arm’s length.
Apabila perusahaan tidak dapat menunjukkan bukti yang memadai, potensi koreksi pajak bisa terjadi dan jumlahnya cukup besar, termasuk tambahan PPh dan denda administrasi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, kewajiban penyusunan Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc) diatur secara jelas dalam PER-22/PJ/2020, sehingga perusahaan harus memastikan dokumen transfer pricing lengkap, valid, dan siap diuji dalam pemeriksaan fiskus.
4. Risiko Salah Mengklasifikasi Jasa Luar Negeri
Salah satu resiko terbesar dalam transaksi internasional adalah salah mengklasifikasi jasa luar negeri, terutama karena banyak perusahaan mengira bahwa semua jasa yang dilakukan sepenuhnya di luar negeri otomatis bebas pajak. Padahal, sejumlah jenis jasa seperti konsultasi, manajemen, pelatihan, dan engineering tetap dikenai PPh 26 meskipun seluruh aktivitas dilakukan di luar Indonesia.
Kesalahan ini sering terjadi pada perusahaan teknologi dan industri kreatif di Bandung yang membayar penyedia jasa luar negeri tanpa melakukan pemotongan pajak. Akibatnya, risiko koreksi dalam pemeriksaan menjadi sangat tinggi karena DJP dapat menilai transaksi tersebut sebagai objek pajak yang seharusnya dikenai PPh 26.
5. Risiko Ketidakpatuhan Pelaporan dan Dokumen Pendukung
Risiko ketidakpatuhan dalam pelaporan dan dokumen pendukung menjadi sangat krusial bagi perusahaan yang melakukan transaksi internasional. Setiap transaksi lintas negara membutuhkan dokumentasi yang lebih rapi dan lengkap, termasuk invoice luar negeri, kontrak, bukti pembayaran, korespondensi, Form DGT-1 atau DGT-2, serta Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc) jika ada hubungan istimewa.
Dalam pemeriksaan transaksi lintas negara, otoritas pajak menekankan pentingnya dokumentasi yang lengkap, karena banyak koreksi yang muncul lebih disebabkan oleh kekurangan bukti pendukung daripada niat menghindari pajak. Kondisi ini membuat perusahaan semakin sadar akan perlunya pendampingan konsultan pajak internasional untuk memastikan seluruh dokumen sesuai peraturan, meminimalkan risiko koreksi, dan menjaga kepatuhan perpajakan secara optimal.
Mengelola Risiko Pajak Internasional secara Legal
Setidaknya ada lima langkah kunci:
1. Lakukan Tax Review atas Transaksi Internasional
Audit internal untuk menemukan potensi pajak kurang bayar, memastikan tarif tepat, dan mengecek klasifikasi jasa agar tidak terjadi kesalahan.
2. Manfaatkan P3B Secara Maksimal
Memahami pasal-pasal seperti royalties, technical services, business profits, dan permanent establishment (BUT) agar pembayaran pajak lintas negara sesuai aturan dan optimal.
3. Susun Dokumentasi TP Secara Konsisten
Menyusun TP Doc yang lengkap untuk bisnis yang berelasi antar negara sebagai pelindung dari koreksi fiskal besar.
4. Bangun Sistem Administrasi Pajak yang Terintegrasi
Menggunakan software akuntansi modern untuk memetakan transaksi luar negeri secara akurat dan siap saat pemeriksaan.
5. Libatkan Konsultan Pajak Internasional
Mendapatkan pendampingan profesional sejak awal untuk mitigasi risiko, struktur transaksi yang tepat, dan memastikan kepatuhan sesuai regulasi.
Baca juga: Menghadapi Pemeriksaan Pajak: Tips untuk Wajib Pajak di Bandung
FAQ
1. Apa itu risiko pajak internasional?
Risiko pajak internasional adalah potensi kesalahan pemotongan, pelaporan, atau pengenaan pajak atas transaksi lintas negara.
2. Mengapa risiko ini penting diperhatikan?
Karena kesalahan kecil dapat berujung sanksi besar, pemeriksaan pajak intensif, atau double taxation.
3. Siapa yang terkena risiko ini?
Semua perusahaan Bandung yang membeli, menjual, membayar royalti, atau melakukan kerja sama dengan pihak luar negeri.
4. Kapan risiko muncul?
Setiap kali terjadi transaksi cross-border, baik barang maupun jasa.
5. Di mana risiko paling sering terjadi?
Pada transaksi royalti, jasa luar negeri, dan transaksi antar perusahaan berelasi lintas negara.
6. Bagaimana memitigasinya?
Dengan review pajak, pemanfaatan P3B, TP Doc yang tepat, dan pendampingan konsultan pajak internasional.
Kesimpulan
Globalisasi membuka peluang besar bagi perusahaan Bandung, namun juga membawa risiko perpajakan yang kompleks. Mulai dari salah memotong PPh 26, risiko transfer pricing, double taxation, hingga dokumen yang tidak lengkap semuanya dapat berdampak signifikan pada laporan keuangan.
Dengan memahami regulasi seperti UU HPP, UU KUP, P3B, dan peraturan transfer pricing, bisnis dapat mengelola risiko secara legal dan strategis. Dan untuk mengurangi kesalahan, pendampingan dari konsultan pajak dapat menjadi langkah terbaik.
Jasa pajak di Bandung dan sekitar yang bertransaksi dengan luar negeri: call/WA 08179800163