Latest Post

Mendeteksi Dini Risiko Pajak dari Laporan Keuangan di Bandung Pemanfaatan Tax Treaty untuk Mengurangi Pajak Berganda dari Transaksi Lintas Negara bagi Perusahaan di Bandung

Pemanfaatan tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) semakin penting bagi perusahaan di Bandung yang terlibat dalam transaksi lintas negara. Banyak bisnis lokal dari manufaktur, teknologi, hingga jasa kreatif kini makin bergantung pada mitra luar negeri sehingga risiko pajak berganda otomatis meningkat. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci bagaimana perusahaan dapat menggunakan tax treaty secara tepat, legal, dan strategis.
 

Mengapa Pajak Berganda Terjadi dan Bagaimana Tax Treaty Membantu

Pajak berganda terjadi ketika dua negara (negara domisili dan negara sumber) sama-sama memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang sama, sehingga wajib pajak dapat mengalami pemajakan ganda atas satu penghasilan. Untuk mengatasi kondisi ini, banyak negara mengadopsi tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang bertujuan antara lain untuk menghilangkan pajak berganda, mencegah penghindaran dan pengelakan pajak, serta mendorong perdagangan dan investasi lintas batas.

Prinsip dasar P3B tercermin dalam OECD Model Tax Convention yang menjadi acuan banyak perjanjian bilateral, meskipun masing-masing negara menyesuaikannya menurut kepentingan nasional. Di Indonesia, hak pemerintah untuk mengadakan P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan tata cara teknis penerapannya diatur dalam PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan P3B. 

Bagaimana Perusahaan di Bandung Dapat Mengoptimalkan Pemanfaatan Tax Treaty

Perusahaan di Bandung umumnya menghadapi beberapa jenis transaksi internasional, antara lain cross-border services, pembayaran royalti, dividen, dan bunga. Atas transaksi tersebut, ketentuan domestik Indonesia menetapkan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Namun, apabila transaksi memenuhi ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), tarif pajak dapat lebih rendah dibanding tarif domestik, bahkan dalam kondisi tertentu dapat menjadi 0%, khususnya untuk penghasilan usaha yang tidak menimbulkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Beberapa langkah utama dalam praktiknya yaitu:

1. Mengidentifikasi Negara Mitra dan Tarif Preferensial

Setiap negara punya tarif P3B berbeda. Misalnya:

  • Indonesia–Belanda: royalti 10%

Royalti yang dibayarkan ke pihak Belanda dikenai tarif P3B sebesar 10%. Perusahaan harus memastikan penghitungan pajak sesuai tarif ini agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran, sekaligus memenuhi persyaratan dokumentasi P3B.

  • Indonesia–Singapura: jasa teknik sebagai business profit

Jika perusahaan menerima pembayaran jasa teknik dari Singapura, penghasilan tersebut dapat diperlakukan sebagai business profit yang bebas pajak di Indonesia selama tidak memiliki permanent establishment di sini. Perusahaan perlu memverifikasi status PE untuk memanfaatkan ketentuan ini.

Kesalahan ini sering membuat perusahaan terkena tarif pajak lebih tinggi dari seharusnya. Oleh karena itu, penting untuk selalu memeriksa ketentuan spesifik setiap P3B sebelum melakukan transaksi lintas negara.

2. Memastikan Beneficial Ownership Terpenuhi

Sejak OECD memperketat konsep “beneficial owner”, Indonesia pun memperjelas bahwa pihak penerima harus menjadi pemilik manfaat sebenarnya. Ini tertulis dalam PER-25/PJ/2018. Jika ternyata hanya perusahaan paper company, hak treaty bisa ditolak.

3. Melengkapi Formulir SKD (Certificate of Domicile)

Tanpa formulir Form DGT, tarif treaty tidak dapat digunakan.
Banyak perusahaan keliru dengan hanya melampirkan COI dari negara partner, padahal Indonesia mensyaratkan SKD dalam format khusus.

4. Memastikan Transaksi Memenuhi Arm’s Length Principle

Walaupun tax treaty menurunkan tarif, transfer pricing tetap bisa diperiksa.
Bahkan dalam beberapa kasus, DJP menolak treaty jika transaksi dianggap tidak wajar atau mengandung skema treaty shopping.

Resiko Jika Salah Menerapkan Tax Treaty

Walau bermanfaat, penerapan P3B yang salah dapat menimbulkan sengketa. Beberapa risiko utama:

1. Penolakan SKD oleh DJP

Jika data tidak lengkap atau beneficial owner tidak valid, DJP menolak pemberlakuan treaty dan perusahaan harus membayar tarif normal 20% plus sanksi.

2. Koreksi atas Penentuan Objek Pajak

Misal royalti dianggap bukan royalti menurut treaty, tetapi DJP menilai sebaliknya. Hal ini sering terjadi pada pembayaran lisensi software.

3. Potensi Sengketa MAP (Mutual Agreement Procedure)

Jika dua negara berselisih soal hak pemajakan, wajib pajak bisa mengajukan MAP. Namun prosesnya panjang, bisa 2–4 tahun. Menurut laporan OECD 2023, rata-rata waktu penyelesaian MAP di kawasan Asia mencapai 35 bulan.

Contoh Penerapan Tax Treaty untuk Perusahaan Bandung

Misalkan sebuah perusahaan digital marketing di Bandung membeli layanan cloud computing dari perusahaan Korea Selatan. Dasarnya, transaksi tersebut bisa dikenakan PPh 26 sebesar 20%. Namun dalam P3B Indonesia Korea, business profit hanya dikenai pajak jika penyedia jasa memiliki permanent establishment di Indonesia.

Jika tidak ada PE, seharusnya tidak ada pemotongan PPh 26. Namun ini hanya berlaku jika SKD sah dan transaksi tidak memenuhi kategori royalti. Banyak perusahaan Bandung tidak menyadari perbedaan ini sehingga membayar pajak lebih besar dari semestinya.

Baca juga: Manfaat Tax Review Sebelum Pemeriksaan Pajak di Bandung

FAQ’s

1. Apa itu tax treaty?

Tax treaty atau P3B adalah perjanjian antar negara untuk menghindari pajak berganda dan mengatur pembagian hak pemajakan secara jelas dan adil.

2. Mengapa perusahaan Bandung perlu memanfaatkannya?

Karena banyak bisnis Bandung terlibat transaksi internasional, dan tanpa treaty beban pajak bisa menjadi dua kali lipat, terutama PPh Pasal 26.

3. Siapa yang berhak menggunakan tax treaty?

Wajib pajak luar negeri yang merupakan beneficial owner dan perusahaan Indonesia yang memiliki transaksi lintas negara dengan negara mitra P3B.

4. Berlaku di transaksi apa saja?

Dividen, bunga, royalti, jasa lintas negara, teknis, manajemen, hingga transaksi digital.

5. Kapan tax treaty bisa diterapkan?

Saat transaksi dilakukan dan syarat administratif terpenuhi, khususnya SKD yang valid.

6. Bagaimana cara menerapkannya?

Mengidentifikasi treaty yang relevan, memastikan beneficial ownership, mengisi SKD, dan melakukan analisis karakter penghasilan sesuai P3B.

Kesimpulan

Bagi perusahaan di Bandung yang aktif dalam transaksi lintas negara, tax treaty adalah instrumen penting untuk mengurangi pajak berganda sekaligus memastikan kepatuhan fiskal yang benar. Namun pemanfaatannya tidak bisa sembarangan. Tanpa dokumentasi yang rapi, pemahaman terhadap karakter penghasilan, dan pengecekan beneficial ownership, perusahaan justru bisa terjebak koreksi atau sengketa. Pada akhirnya, pemanfaatan P3B bukan sekadar strategi efisiensi pajak, tetapi bagian dari tata kelola perpajakan yang sehat dan modern. 

Manfaatkan tax treaty dengan tepat dapatkan pendampingan konsultan pajak berpengalaman agar setiap penghasilan lintas negara tercatat sesuai aturan, risiko pajak berganda tereduksi, dan bisnis Anda tetap patuh sekaligus efisien.

Jasa konsultasi pajak di Bandung dan sekitar: call/WA 08179800163

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *