Di tengah meningkatnya pengawasan fiskal, digitalisasi pelaporan, dan aktivitas pemeriksaan, perusahaan di Bandung semakin dituntut untuk mampu mengendalikan risiko pajak secara profesional. Banyak kasus problem pajak muncul bukan karena niat melanggar, melainkan karena lemahnya koordinasi internal. Di sinilah peran manajemen risiko pajak oleh jajaran puncak menjadi sangat penting.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana tanggung jawab manajemen atas pajak tidak bisa hanya diserahkan kepada tim finance semata, tetapi harus menjadi bagian dari tata kelola strategis.
Perubahan Lingkungan Pajak dan Dorongan terhadap Manajemen Puncak
Beberapa tahun terakhir, DJP memperkuat strategi pengawasan berbasis data sebagaimana dijelaskan dalam Compliance Risk Management Framework DJP. Melalui sistem ini, DJP dapat mengidentifikasi wajib pajak berisiko tinggi berdasarkan gap data, pelaporan tidak wajar, hingga transaksi lintas negara. Pendekatan berbasis risiko membuat perusahaan baik manufaktur, distribusi, F&B, maupun startup di Bandung lebih sering masuk radar fiskus jika tata kelola pajak mereka tidak rapi.
Menurut OECD dalam laporan Co-operative Tax Compliance, risiko pajak modern tidak lagi terbatas pada kesalahan penghitungan pajak, tetapi juga mencakup risiko reputasi, keberlanjutan bisnis, serta akurasi dan transparansi data keuangan. Oleh karena itu, OECD menekankan pentingnya keterlibatan aktif manajemen puncak dalam pengawasan kepatuhan pajak, bukan sekadar menyetujui laporan akhir. Di Indonesia, pendekatan ini sejalan dengan arah kebijakan UU HPP yang memperkuat transparansi data dan pengawasan kepatuhan berbasis risiko, sehingga manajemen puncak tidak lagi dapat mengambil peran pasif dalam pengelolaan risiko pajak.
Mengapa Manajemen Puncak Harus Terlibat?
Pengendalian risiko pajak merupakan bagian penting dari corporate governance. Berbagai ahli perpajakan di Indonesia, termasuk akademisi Universitas Indonesia, menekankan bahwa kebijakan pajak perusahaan harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, didukung dokumentasi yang memadai, serta berada di bawah pengawasan manajemen puncak. Tanpa tata kelola tersebut, risiko kesalahan pengambilan keputusan meningkat, mulai dari interpretasi aturan pajak, pengakuan pendapatan, hingga pemilihan skema transaksi.
Manajemen puncak memegang peran sentral dalam membangun budaya kepatuhan. Jika pemimpin perusahaan menganggap pajak sebagai sesuatu yang hanya diurus menjelang pelaporan, tim operasional pun akan meniru pola yang sama. Sebaliknya, ketika manajemen memberi arahan strategis misalnya mewajibkan tax review tahunan atau pembaruan dokumentasi transfer pricing risiko fiskal dapat ditekan secara signifikan.
Tidak hanya itu, risiko pajak juga berkaitan dengan risk appetite. Apakah perusahaan ingin bermain aman atau agresif dalam memanfaatkan celah aturan? Keputusan ini tidak boleh diambil oleh bagian akuntansi, tetapi harus ditetapkan oleh level direksi.
Tanggung Jawab Manajemen dalam Struktur Pengendalian Pajak
Dalam perusahaan yang sehat secara tata kelola, manajemen puncak memiliki tanggung jawab yang jelas terkait pajak. Pertama, mereka memastikan bahwa setiap keputusan bisnis telah mempertimbangkan konsekuensi pajaknya. Misalnya, pemilihan model distribusi, penetapan harga transfer, pengelolaan cabang, hingga penggunaan jasa pihak luar negeri.
Kedua, manajemen bertanggung jawab membangun sistem dokumentasi yang dapat diuji oleh fiskus. Aturan seperti PER-22/PJ/2013 tentang dokumentasi transfer pricing dan peraturan turunan UU HPP mensyaratkan perusahaan untuk memiliki bukti yang kuat atas setiap transaksi. Tanpa standar dokumentasi yang rapi, risiko koreksi semakin besar.
Ketiga, manajemen harus menyediakan sumber daya yang memadai baik SDM maupun sistem IT. Sebab, risiko pajak sering muncul bukan karena kesalahan konsep, tetapi karena kurangnya kapasitas operasional. Banyak kasus di Bandung menunjukkan bahwa kesalahan PPN, salah posting akun, atau duplikasi invoice terjadi karena beban kerja tim keuangan yang terlalu besar.
Keempat, manajemen wajib memberikan mandat yang jelas kepada konsultan dan memastikan bahwa strategi perpajakan perusahaan selaras dengan regulasi, bukan sekadar mengejar penghematan jangka pendek. Langkah ini membantu perusahaan menjaga reputasi sekaligus menghindari risiko sengketa yang tidak perlu.
Interaksi Manajemen dengan Pemeriksaan dan Sengketa Pajak
Ketika pemeriksaan terjadi, peran manajemen semakin signifikan. Pemeriksaan pajak diatur dalam UU KUP dan PMK 17/2013. Pada fase ini, manajemen perlu turun tangan memastikan bahwa dokumen yang diberikan konsisten dengan laporan keuangan, bahwa proses komunikasi dengan fiskus transparan, dan bahwa perusahaan menghindari miskomunikasi yang dapat memicu sengketa.
Ahli perpajakan internasional Darussalam menyebut bahwa salah satu penyebab sengketa pajak berkepanjangan adalah kurangnya koordinasi internal saat pemeriksaan. Tim pajak menjelaskan A, tim keuangan menyiapkan dokumen B, manajemen mengira C. Ketidaksinkronan ini menimbulkan kecurigaan fiskus bahwa perusahaan tidak memiliki substance yang kuat.
Ketika sengketa berlanjut ke keberatan atau banding, posisi manajemen menjadi semakin penting. Keputusan untuk mengajukan keberatan, menerima koreksi, atau melanjutkan ke tingkat banding harus melibatkan direksi karena berkaitan dengan strategi bisnis perusahaan, arus kas, dan potensi risiko reputasi.
Mengapa Kota Bandung Perlu Lebih Waspada?
Bandung adalah kota dengan ekosistem bisnis yang sangat dinamis seperti, industri tekstil, kuliner, manufaktur kreatif, software house, dan distribusi. Banyak perusahaan tumbuh cepat tanpa mengembangkan struktur tata kelola pajak yang matang. Ketika skala bisnis naik, kesalahan pajak pun ikut membesar.
IMF dalam panduan Compliance Risk Management menekankan bahwa risiko kepatuhan pajak meningkat ketika pertumbuhan aktivitas ekonomi tidak diimbangi dengan pengendalian internal dan tata kelola yang memadai. Karena itu, pengawasan dan keterlibatan manajemen puncak menjadi elemen penting dalam pengelolaan risiko kepatuhan secara berkelanjutan.
Baca juga: Menghadapi Pemeriksaan Pajak: Tips untuk Wajib Pajak di Bandung
FAQs
Ini adalah peran manajemen puncak dalam mengendalikan, mengawasi, dan mengarahkan strategi perpajakan perusahaan agar patuh, efisien, dan sesuai aturan.
Karena keputusan bisnis yang mempengaruhi pajak bersifat strategis. Tanpa arahan manajemen, risiko koreksi, denda, dan sengketa semakin besar.
Tim pajak dan keuangan memang melakukan administrasi harian, tetapi tanggung jawab manajemen atas pajak tetap berada pada direksi atau pemegang otoritas tertinggi.
Sepanjang tahun. Bukan hanya saat pelaporan, tetapi sejak perencanaan transaksi, penyusunan kontrak, hingga evaluasi akhir tahun.
Dalam UU KUP, UU HPP, pedoman OECD, serta panduan Compliance Risk Management DJP yang bisa diakses di pajak.go.id.
Dengan menetapkan kebijakan pajak formal, memperkuat dokumentasi, melibatkan manajemen dalam tax review, dan memastikan setiap keputusan bisnis melewati kajian pajak.
Kesimpulan
Peran manajemen puncak adalah pondasi dari pengendalian risiko pajak. Tanpa keterlibatan mereka, tim operasional akan berjalan tanpa arah yang jelas, dan perusahaan berpotensi masuk radar risiko DJP. Dengan tata kelola pajak yang kuat berbasis dokumentasi, pemahaman aturan, komunikasi internal, dan strategi yang selaras perusahaan Bandung akan jauh lebih siap menghadapi pemeriksaan maupun perubahan regulasi. Pajak bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian penting dari keberlanjutan bisnis.
Amankan posisi pajak bisnis Anda sejak sekarang. Konsultasikan kebutuhan perusahaan Anda dan bangun tata kelola pajak yang kuat sebelum pemeriksaan datang mengetuk. Langkah kecil hari ini bisa mencegah kerugian besar di masa depan.
Jasa konsultasi pajak di Bandung dan sekitar: call/WA 08179800163